TIDAK SESUAI DENGAN TUJUAN TATA RUANG DI KOTA BATU
Dalam Pasal 7C Perda RTRW menyatakan bahwa
“Meningkatakan posisi dan peran Kota Batu dari kota wisata menjadi sentra
wisata yang diperhitungkan di tingkat regional atau bahkan nasional, dengan
melakukan penambahan ragam obyek dan atraksi wisata, yang di dukung oleh sarana
dan prasarana serta unsur penunjang wisata yang memadai dengan sebaran yang relatif merata di penjuru
wilayah Kota Batu guna memperluas
lapangan pekerjaan dalam rangka mengatasi pengangguran dan meningkatakan pendapatan warga maupun PAD Kota Batu yang berbasis Pariwisata“.
Menurut hasil analisa MCW, Peraturan daerah
ini merupakan paradoks bagi pemerintah daerah/pengusaha dalam memperlancar
ekspansi usahanya. Perda tersebut dinilai mempunyai sifat elitis dan tidak
bertujan untuk memakmurkan masyarakat batu.
Pertama, Memperluas lapangan pekerjaan dalam rangka
mengatasi pengangguran.
Pada tahun 2016 dari total penduduk usia
kerja (15 tahun keatas) sekitar 68,60 persen penduduk Kota Batu termasuk
angkatan kerja, angka ini menurun dibanding angka angkatan kerja tahun 2013
yang mencapai 71,74 persen. Beberapa indikator digunakan untuk memantau
perkembangan kondisi ketenagakerjaan di Kota Batu antara lain Tingkat
Paritisipasi Angkatan kerja (TPAK), Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) , tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT), dan Persentase penduduk yang bekerja menurut
lapangan pekerjaan.
Jenis Kegiatan
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
Penduduk Kota Batu
berumur 15 Tahun ke atas
|
143.150
|
142.902
|
145.14
|
153.794
|
156.458
|
Angkatan Kerja
|
101.733
|
103.743
|
106.777
|
105.496
|
107.554
|
Penduduk yang bekerja
|
98.261
|
101.339
|
104,177
|
100,97
|
103.254
|
Pengangguran Terbuka
|
3472
|
2404
|
2600
|
4526
|
4300
|
Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK)
|
70,9 %
|
71,74
|
70,38
|
68,60
|
68,74 %
|
Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT)
|
3,41 %
|
2,32
|
2,18
|
4,29
|
3,7 %
|
Tingkat kesempatan kerja
|
96,59 %
|
97,68
|
97,57
|
95,71
|
96 %
|
Dokumen
RPJMD Kota Batu 2018 – 2022
TPAK Kota Batu tahun 2014 dan 2015 mengalami
sedikit penurunan dibandingkan tahun 2013. TPAK Kota Batu tahun 2013 sebesar
70,74 persen sedangkan tahun 2014 hanya 70,38 perseb dan turun lagi pada tahun
2015 sebesar 68,60 persen. TPAK 68 persen mempunyai arti bahwa dari 100
penduduk yang berumur 15 tahun keatas, 68 orang diantaranya termasuk dalam
angkatan kerja.
Sedangkan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) Kota
Batu pada tahun 2015 sebesar 95,71 persen, menurun dibanding tahun 2014 sebesar
95,71 persen artinya bahwa setiap 100 penduduk angkatan kerja 95 diantaranya
sudah bekerja. Selanjutnya indikator makro yang digunakan untuk melihat
perkembangan pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Penduduk
usia 15 tahun ke atas yang mencari pekerjaan pada tahun 2015 tercatat sebesar
4,29 persen atau sekitar 4.520 jiwa dibandingkan dengan tahun 2014 yang
tercatat sekitar 2, 18 persen atau sekitar 2300 jiwa.
Hal diatas menunjukkan bahwa penyebaran
pariwisata disetiap wilayah bukan satu-satunya alternatif terbukanya lapangan
pekerjaan di Kota Batu. pariwisata tidak cocok diterapkan di beberapa kawasan
di Kota Batu mengingat kebijakan standarisasi perusahaan belum disertai dengan
kualitas SDM daerah yang ada. Seain itu, adanya kebijakan rasionalisasi
karyawan yang ditentukan oleh perusahaan menyebabkan tingginya pengangguran
terbuka meningkat selama 3 tahun terakhir.
Kedua
Meningkatkan Pendapatan warga
Menurut data BPS Provinsi Jawa timur Kota
Batu mengalami ketimpangan dari beberapa kabupaten/ Kota di Jawa timur.
Berdasarkan data koefisien gini Kota Batu diatas terbaca sejak tahun 2008, tren
ketimpangan pendapatan tidak mengalami penurunan, malah meningkat. Hanya
mengalami sedikit stabilitaas pada tahun 2010 hingga 2013, lalu menurun pada
tahun 2014 dan akhirnya meningkat tajam du akhir tahun 2015. Meningkatnya rasio
gini Kota Batu 2015 menunjukkan kondisi kesenjangan sosial di Kota Batu semakin
memburuk. Hal ini tentu sangat jauh dari apa yang didengungkan oleh
pemerintahan Kota Batu selama 10 tahun terakhir ini. Investasi dan pembangunan
tidak membuat masyarakat Batu semakin sejahtera, melainkan semakin terpuruk
karena kehilangan tanah (alat produksi pertanian), akibat konversi
besar-besaran untuk pembangunan pariwisata dan perhotelan melalui berbagai
modus. Salahsatunya pasal 7C Perda RTRW Kota Batu diatas.
Dari beberapa variabel diatas, Pariwisata di
Kota Batu mengalami kontradiksi dengan apa yang dicita-citakan masyarkat Kota
Batu. masyarkat yang berharap paradigma pariwisata demi kesejahteraan masyrakat
justru terjadi ketimpangan dan kesenjangan sosial makin meningkat. Selain itu,
dengan penataan ruang hanya mengakomodasi kepentingan investor tanpa
memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan
kawasan yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Penataan Ruang.
Sementara, tertuang dalam pasal 7 Perda RTRW
Kota Batu mengatakan “Meningkatkan peran Kota Batu sebagai Kota Pertanian
(Agropolitan), khususnya untuk jenis tanaman sayur,buah dan bunga, serta
menguatnya perdagangan hasil pertanian dan industri pertanian (agro industri)
yang diperhitungkan baik pada tingkat regional (Jawa Timur) maupun tingkat
nasional guna memperkuat ekonomi kerakyatan yang berbasis pertanian.” Sektor
pertanian berkontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto(PDRB) sangat
signifikan, selaras dengan Peraturan diatas sehingga pertanian organik menjadi
prioritas pembangunan di Kota Batu. Dengan uraian produksi pertanian sebagai
berikut :
Tabel
Produksi Tanaman Holtikultura Kota Batu
Uraian
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
Kentang
|
73320
|
76252
|
78009
|
86371
|
87.910
|
Wortel
|
100381
|
82732
|
86591
|
65519
|
66465
|
Kubis
|
36293
|
40664
|
59119
|
102748
|
73692
|
Daun Bawang
|
49958
|
36002
|
47095
|
39231
|
40059
|
Apel
|
590004
|
838915
|
708438
|
671207
|
748076
|
Jeruk
|
324418
|
154897
|
132205
|
132231
|
88515
|
Sumber: LKPJ
2017
Berdasarkan tabel diatas dalam beberapa tahun
terakhir jumllah produksi pertanian di Kota Batu mengalami penurunan yang
sangat drastis. Pada tahun 2012 Produksi Wortel mengalami kejayaan hingga
mencapai angka 100.381 ton tetapi setiap tahunnya mengalami penurunan dan
kemudian anjlok pada tahun 2016 pada angka 66.465 ton pertahun. Begitupun produksi buah jeruk yang mengalami
kondisi serupa. Pada tahun 2012 produksi Buah jeruk mencapai 324418 ton,
kemudian 2015 langsung turun 50 persen sehingga 154897 ton. dan pada tahun 2016
mengalami ketimpangan luar biasa yang hanya dapat produksi 88.515 ton. Berbeda
halnya dengan buah apel dan kentang yang setiap tahunnya mengalami peningkatan
dalam produksinya.
Disisi lain, Tahun 2012 sebagaimana termuat
dalam visi RPJMD Kota Batu, menjadikan Kota Batu sebagai sentra pertanian
organik berbasis pariwisata internasional. Penyelenggaraan program ini
ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan pangan dan pengembangan usaha pertanian
dan perkebunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani serta terwujudnya
kelestarian lingkungan.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kota Batu, Pada tahun 2016 jumlah kawasan organik mengalami
peningkatan sebesar 9,4 persen seluas 87,5 ha yang pada 2014 seluas 80 ha. Hal
ini berbanding lurus dengan penambahan jumlah paket pengembangan kawasan
organik sebanyak 1 paket dimana luas kawasan organik bertambah di Kelurahan Dadaprejo seluas 7,5 ha. Akan
tetapi, dengan meningkatnya produksi pertanian organik. Disisi lain, semakin tergerus
juga lahan pertanian. Luas lahan pertanian dan kontribusi pertanian mengalami
penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Pada tahun 2016 Kontribusi sektor pertanian
terhadap PDRB mengalami penurunan sebesar 1,01 % dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal ini dikarenakan pada tahun 2016 sektor pariwisata berkembang pesat sehingga
menberi sumbangan besar terhadap total PDRB Kota Batu. Sementara itu, luas
lahan pertanian mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya sebesar 0,31 %.
Hal ini dikarenakan adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan
perumahan.
Bayu Agung Prasetya
Bayu Agung Prasetya
Comments
Post a Comment