Sejarah Singkat Kota Batu


Kota Batu kini tampil sebagai salah satu kota primadona bagi masyarakat Jawa Timur. Daya pikat Kota Batu ini tidak terlepas dari geliat pertumbuhan wisata selama 10 tahun terakhir. Kemolekan Kota Batu tidak saja ditopang oleh kreasi wisata artifisial yang saat ini tumbuh pesat, melainkan dukungan eksotik alamnya yang memukau membuat para pemburu wisata alam dan buatan baik dari domestik hingga mancanegara berbondong- bondong mendatangi Kota Batu. Menurut data yang dilansir oleh BPS Kota Batu, teradapat peningkatan wisatawan cukup drastis selama beberapa tahun terakhir di Kota Batu. Hal ini disinyalir pesatnya perkembangan wisata di Kota Batu, terlebih setelah Batu dicanangkan sebagai Kota Wisata (BPS Kota Batu 2017).

Kota Batu merupakan salah satu wilayah di Jawa Timur yang baru memperoleh status kota pada tahun 2001 melalui UU No. 11 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Batu. Sebelumnya, Batu merupakan bagian dari atau masuk dalam bagian kabupaten Malang. Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1993 tentang Pembentukan Kota Adminstratif Batu pada era pemerintahan Soeharto, mengubah status Batu sebagai salah satu wilayah administratif Kabupaten Malang menjadi Kota Administratif (Kotatif) Batu. Namun, baru pada tahun 2001, Batu benar-benar memperoleh status independennya sebagai kota independen yang lepas dari daerah induknya yakni kabuppaten Malang menjadi Kota Batu.

Peningkatan status Kota Administratif Batu menjadi pemerintah kota mulai dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi daerah. Tanggal 30 Juni 2001 UU No.11 tentang Peningkatan Status Kota Administratif Batu disahkan. Setelah beberapa bulan kemudian yakni pada tanggal 17 Oktober 2002 secara resmi Kotatif Batu ditingkatkan statusnya menjadi pemerintah kota. Kemudian pada tanggal 22 Oktober 2002 Gubernur Jawa Timur atas nama Menteri Otonomi Daerah melantik Drs. Imam Kabul sebagai Walikota Batu.

Saat ini Kota Batu lebih akrab dikenal sebagai kota wisata. Pesona Kota Batu sebagai kota wisata memang tidak terlepas dari sejarah Batu sebagai tempat peristirahatan atau persantaian para keluarga kerajaan di zaman dahulu. Seperti ditulis Suprojo (2017: 107), “Kota Batu dahulu kala merupakan tempat peristirahatan bagi keluarga kerajaan, karena wilayahnya adalah daerah pegunungan dengan kesejukan udara yang nyaman, juga didukung oleh keindahan pemandangan alam sebagai ciri khas daerah pegunungan.” Akan tetapi, Kota Batu baru benar-benar disulap sebagai kota wisata terkemuka pada masa kepemimpinan Eddy Rumpoko sebagai walikota Batu.

Jika dilihat dari sisi historisnya, Kota Batu memang telah menjadi tempat persinggahan para leluhur terkemuka. Ini sekaligus menandakan kalau Batu memang menjadi tempat pilihan bagi para keluarga bangsawan. Keunikan panorama alamnya inilah yang membuat Kota Batu menjadi populer sebagai lokus persinggahan bagi para turis, yang dewasa ini dikenal dengan sebutan rekreasi (wisata).

Jika dibandingkan dengan kota-kota lain di provinsi Jawa Timur, Kota Batu termasuk salah satu kota paling muda yang perkembangannya dapat dibilang yang tercepat. Bagaimana tidak, kota yang kerap dijuluki Swis kecil ini kini mengalami geliat pembangunan infrastruktur yang amat mencengangkan. Seperti yang tercatat dalam Statistik Daerah Kota Batu 2017, selama 3 tahun terakhir (2014, 2015, 2016), Kota Batu mengalami pertumbuhan perhotelan yang cukup mencengangkan.

Selain itu, Kota Batu juga menempati urutan ke- 10 sebagai salah satu kota di Jawa Timur dengan tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tergolong baik dibandingkan yang lain (BPS Jatim 2017). Namun, dengan segala prestasi yang kini tengah diraih, tidak berarti Kota Batu bebas dari persoalan. Terkait persoalan yang kini tengah dihadapi oleh pemkot Batu akan diulas dalam pembahasan selanjutnya.

Hampir genap 20 tahun usia Kota Batu pasca dinobatkan sebagai kota independen. Kota Batu resmi dibentuk setelah Orde Baru berhasil digulingkan oleh serangkaian peristiwa gerakan massa yang jamak dikenal sebagai reformasi. Reformasi tidak hanya berhasil melengserkan Soeharto dari tampuk kekuasaan (selama hampir 32 tahun berkuasa), tetapi juga menandakan babak baru perjalanan demokrasi Indonesia setelah sebelumnya berada di bawah tekanan rezim despotik Orba. Indonesia post-Soeharto menampilkan sebuah konfigurasi politik dan kekuasaan yang jauh berbeda dari era sebelumnya. Hampir puluhan daerah baru dimekarkan. Ini tidak terlepas dari semangat pencanangan otonomi daerah dan isu desentralisasi yang berhembus sejak gelombang reformasi bergulir.

Sebagaimana dicatat Ratnawati (2010: 122), terhitung sejak 1999-2009 terdapat 205 daerah baru yang terdiri atas 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 kota. Ini berarti hanya butuh waktu satu dasawarsa setelah tumbangnya Orde Baru, Indonesia mengalami pemekaran daerah yang cukup signifikan. Kota Batu yang kini menjadi salah satu wilayah pemekaran pasca-Soeharto tengah berjuang membangun kota menurut selera sang penguasa. Di tangan Rumpoko, Kota Batu pada 2010 diubah ikonnya menjadi kota wisata. Perubahan citra kota wisata ini tidak sekadar mengubah nama dan status semata, tetapi juga perubahan desain tata ruang kota menurut visi kota wisata itu sendiri.

Luas area Kota Batu secara keseluruhan sekitar 19.908,72 ha atau sekitar 0,42 persen dari total luas Jawa Timur. Secara administratif, Kota Batu terbagi menjadi 3 kecamatan dan 24 kelurahan/desa. Selama periode 2010-2013, baik jumlah kecamatan, desa dan kelurahan tidak ada perubahan. Kecamatan Bumiaji mempunyai jumlah desa yang paling banyak yaitu 9 desa sedangkan Kecamatan Batu terdriri dari 8 desa/kelurahan dan Kecamatan Junrejo hanya terdiri dari 7 desa/kelurahan. Semua desa/kelurahan di Kota Batu termasuk klasifikasi Desa Swasembada. Apabila dilihat dari jumlah RT/RW-nya, Kecamatan Batu mempunyai jumlah RT/RW yang paling banyak dibandingkan dua kecamatan lainnya (Statistik Daerah Kota Batu 2017).

Tabel 1: Luas Wilayah Kota Batu


No
Kecamatan
Luas (km persegi)
1
Bumiaji
130,189
2
Batu
46,777
3
Junrejo
26,234
Total
202,800
Sumber: Profil Kota Batu

Comments

Popular posts from this blog

Pendahuluan Bab 2

Belanja Wajib Pemerintah Batu turun