PAD RENDAH , Maraknya Black Market Economy Kota Batu



Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam penyusunan dan pelaksanaannya, APBD harus berlandaskan pada asas umum sebagaimana diatur dalam PP No.58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah dengan menggunakan asas tertib, taat regulasi, efektif, efisien, ekonomis, transparan, bertanggungjawab, adil, patut, dan bermanfaat untuk masyarakat. Asas umum tersebut untuk menjamin keuangan daerah uang bebas korupsi dan kolusi, efektif dan efisien, Disisi lain, juga diharapkan dapat mewujudkan prinsip prinsip pemerintahn daerah yang baik (Good Government) yang memuat transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
Berangkat dari penyataan diatas maka, Malang Corruption Wacth (MCW) melihat bahwa, APBD Kota Batu tahun 2019, masih belum mengarah pada beberapa ketentuan-ketentuan yang berlaku diatas. Hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
  1. Tren Penerimaan Pajak
Secara umum, dapat dicatat bahwa besaran transfer pemerintah pusat ke pemerintah kota batu dalam bentuk dana perimbangan senantiasa naik dari tahun ke tahun baik secar nominal maupun porsinya dalam Pendapatan Daerah. Dalam tahun 2017 pelaksanaan desentrasi fiscal, total dana yang dialirkan ke daerah melalui dana perimbangan sebesar … atau 5,6% persen PDB, naik dibandingkan TA 2017 sebesar
Tabel 1.1 Peranan Pajak Bagi Pendapatan Daerah
Tahun
Pajak
Pendapatan
% Pendapatan
2017
101 M
822 M

2018
111 M
935 M

2019
123 M
983 M


Kota Batu terindikasi Penerimaan dibawah potensi (Mark Down) Tampak bahwa banyak industri pariwisata dibangun di Kota Batu diantaranya pariwisata buatan, hotel, vila, homestay, karaoke, hiburan dan sebagainya. Dan industry pariwisata tersebut secara jelas mendatangkan manfaat terhadap PAD  Kota batu, Namun. jika dilihat PAD yang diperoleh tidak sebanding dengan keseluruhan potensi daerah yang dimiliki.Hal ini disebabkan tata kelola pemungutan pajak dan retribusi yang buruk sehingga menyebabkan potensi daerah terjadi kebocoran atau tidak tersalurnya ke pemerintahan daerah. Oleh karena itu, jika ada ketegasan dan inovasi pemerintah untuk memaksimalkan potensi pajak dan retribusi di Kota Batu agar dapat memaksimalkan pundi-pundi ke dalam pendapatan daerah. Maka, tidak mungkin Kota batu mengalami PAD yang kecil dibandingkan dana perimbangannya. Disisi lain, pemkot Batu diduga tidak pernah melakukan analisis potensi pendapatan daerah baik melalui sector pajak maupun retribusi.
Tabel 1.4
Piutang Pajak Daerah Tahun 2012, 2013, 2014 dan 2015

No
Piutang Pajak
Nominal
Tahun
1
Pajak Hotel
Rp 3,959.045.519,00 M
2016
2
 Pajak Restoran
Rp 620.950,00
3
 Pajak Hiburan
Rp 26.077.745.311,00
4
PajakReklame
Rp 286.968.892,00


1
Pajak Hotel
Rp 3.090.756.258,00
2017
2
 Pajak Restoran
Rp 1.078.728.854,00
3
 Pajak Hiburan
Rp. 26.301.989.686,00
4
PajakReklame
Rp 338.116.630,00
Jumlah
Sumber: BPK RI Tahun 2016,2017
Ditambah dengan piutang pajak yang begitu besar dan belum terselesaikan sampai detik ini, adalah cerminan bahwa Pemerintah Kota Batu tidak ada itikad baik atau keseriusan dalam meningkatkan pendapatan Kota Batu. MCW juga menduga bahwa piutang pajak yang belum diselesaikan oleh Pemerintah Kota Batu mengadung unsur kesengajaan atau keberpihakan Pemerintah Kota Batu terhadap Penunggak pajak.  Berikut rasio piutang thdp Pendapatan Pajak Daerah :

Rasio Piutang thd Pendapatan Pajak daerah = Total Piutang/Pajak Daerah

Padahal jika pemkot Batu tegas hal ini sama dengan anggaran untuk beberapa dinas =





















  1. Kebocoran pajak parkir Kota Batu

Sementara untuk pajak parkir, sejauh ini baru ada 20an titik pajak parkir yang dikelola (belum termasuk yang tidak teridentifikasi sebagai sumber PAD) dan sudah menyumbang terhadap PAD sebesar Rp 1.1 Milliyar pada tahun 2016 dan naik sebesar Rp 1.5 Milliyar di tahun 2017, (baca:malangVoice; 7.01.2017). sehingga, besar kemungkinan terdapat banyak titik pajak parkir yang belum termonitor oleh pemkot Batu. hal itu juga yang mempengaruhi mengapa pendapatan pajak parkir relative rendah. sebab, jika mengacu pada penjelasan pasal 2 ayat 2 perda Kota batu nomor 2 tahun 2010 tentang pajak parkir, sangat jelas menerangkan bahwa “Obyek pajak adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor” artinya, pada kondisi ril, kota batu memili berbagai objek usaha, baik objek wisata, hiburan, restoran, hotel dll yang secara otomatis menyediakan fasilitas parkir. Maka patut dipertanyakan, apakah benar nilai Pendapat pajak parkir tahun 2017 sebesar  1.5 Milliyar adalah hasil pengelolaan dari 20an titik parkir saja atau justeru lebih namun pengelolaannya tidak terbuka.
Potensi Parkir = Rata2 Pendapatan Parkir x 360 hari x Tarif Pajak Parkir =
3.     Ketidakjelasan Status Piutang Pajak Hiburan
Dalam LHP LKPD Kota Batu tahun 2014, tercantum bahwa terdapat piutang pajak hiburan yang tidak diakui oleh WP sebesar Rp 24.555.376.610 (sudah diterbitkan SKPDKB). Berikut adalah daftar piutang yang tidak diakui

No.
Wajib Pajak
Nilai Piutang
1
TR BNS
3.786.756.542
2
TR JP I
14.529.110.974
3
TR JP II
5.832.045.867
4
TR Se
167.648.227
5
Panti Pijat DGD
239.815.000

TOTAL
24.555.376.610
Tabel 1.1 Daftar piutang tidak diakui

Bayu Agung Prasetya - Catatan yang belum usai

Comments

Popular posts from this blog

Pendahuluan Bab 2

Sejarah Singkat Kota Batu

Belanja Wajib Pemerintah Batu turun